Makrifatullah Perisa Ibadat - Oleh UMAR MUHAMMAD NOOR
Gambar hiasan |
SUATU hari seorang ulama terkenal bernama Abdullah bin Al-Mubarak berkata: “Kasihan ahli dunia. Mereka keluar dari dunia sebelum merasai perkara yang paling lazat di dalamnya.”
“Apakah perkara yang paling lazat di dunia?,” tanya murid-muridnya.
Ibnu Al-Mubarak menjawab: “Mengenal (Makrifat) Allah.”
Mengenal Allah merupakan keperluan asas fitrah manusia. Selagi mana seseorang belum mengenali tuhannya, selama itu juga jiwanya terasa kosong, kering dan tak bermakna.
Namun ketika ia mula mengenal tuhannya, maka pada saat itu ketenangan membasahi kalbunya. Hatinya merasakan kebahagiaan yang keindahannya tak tergambar dengan kata-kata.
“Sesungguhnya kelazatan, kegembiraan, kenikmatan dan kebahagiaan yang tidak mungkin digambarkan dengan kata-kata hanya boleh kita rasai apabila mengenal Allah, mentauhidkan-Nya dan beriman kepada-Nya… Hati tidak akan merasai kegembiraan dan kelazatan sempurna melainkan apabila ia mencintai Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.”
Sayangnya, syaitan selalu menyibukkan manusia daripada mendapatkan hajat asasi ini. Setiap hari minda dan hati manusia selalu diingatkan dengan harta, takhta dan wanita. Akhirnya, Allah menjadi hilang daripada kesedaran manusia.
Dalam hadis qudsi, Allah berfirman: Sesungguhnya Aku telah menciptakan semua hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (cenderung kepada kebenaran), namun syaitan-syaitan lalu mendatangi dan menjauhkan mereka daripada agamanya. Syaitan-syaitan mengharamkan apa yang telah Aku halalkan dan menyuruh manusia untuk mempersekutukan diri-Ku dengan sesuatu yang tidak memiliki kuasa apa-apa. (riwayat Muslim)
Perisa ibadah
Makrifatullah seolah menjadi perisa ibadah. Kita tidak akan mendapatkan kenikmatan ibadah selagi mana kita belum mengenal pihak yang kita sembah dalam ibadah tersebut. Kita belum tahu siapa Dia, dan mengapa kita harus patuh kepada-Nya?
Namun apabila kita mengenal-Nya, kita pasti jatuh cinta kepada-Nya. Apabila kita mencintai sesuatu, kita akan ingin selalu bersamanya. Pada satu tahapan, kita tidak dapat hidup tanpa pihak yang kita cintai itu.
Semua ini berlaku pada diri Rasulullah, para sahabat dan ulama salaf soleh kita terdahulu. Mereka merasakan ibadah sebagai salah satu saat-saat yang paling manis di dalam hidup mereka. Rasulullah bersabda: “Allah membuatku mencintai wewangian dan wanita. Dan kebahagiaan aku rasai apabila tengah melakukan solat.” (riwayat al-Nasai)
Justeru, apabila orang yang tidak mengenal Allah melihat ibadah sebagai bebanan, orang yang mengenal Allah melihatnya satu kesempatan.
Ya, ibadah ialah kesempatan untuk kita berjumpa dan berbincang-bincang dengan Allah.
Kita dapat menggunakan kesempatan ini untuk meminta bantuan, pertolongan dan petunjuk atas setiap cabaran hidup yang kita hadapi.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan