Sabtu, 26 Mei 2012

Cincin Pemanis Jari dalam Sunnah Nabi



Posted by: Habib Ahmad

Cincin, atau dalam bahasa Arabnya khatm, bukan hal yang baru. Memakai cincin merupakan tradisi berpenampilan yang juga dilakukan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Dan, bukankah Nabi SAW adalah sebaik-baik contoh dan teladan dalam segala hal?

Imam At-Tirmidzi menulis sebuah karya berjudul Asy-Syamail, yang menghimpun dan menulis berbagai riwayat tentang kepribadian Nabi SAW dalam berbagai hal. Disebutkan, Sepeninggal Nabi, cincin baginda terus dirawat oleh Khalifah Abubakar dan Umar, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits-hadits tentang tabarruk, mengharap berkah.

Cincin merupakan aksesori berpakaian. Selain menunjang estetika penampilan, bagi kalangan tertentu, memakai cincin juga menjadi identiti tambahan yang mengandungi makna tertentu.
Bentuk cincin dari masa ke masa mengalami perubahan, sesuai kemajuan teknologi dan penemuan barang tambang jenis bebatuan.

Kebiasaan memakai cincin ini sudah ada bersama kehadiran manusia, yang menyukai pernak-pernik penunjang keindahan, terlebih kaum Hawa. Bahkan kebiasaan memberi dan menerima cincin dalam pernikahan ternyata sudah dimulai sejak lebih dari 4.800 tahun lalu.

Cincin pernikahan biasanya dipasang di jari manis. Kebiasaan posisi jari ini konon berakar dari kepercayaan bangsa Tudor abad ke-16 M bahwa jari manis tangan kiri berhubungan dengan pembuluh darah yang berhubungan langsung dengan jantung. Dari pemahaman ini, lalu muncul semacam pemaknaan, sang pemakai cincin sedang berada dalam sebuah hubungan yang menyangkut perasaan hati dan degupan jantung.

Bagi wanita, cincin bisa menunjukkan status sosial, kemapanan tingkat ekonomi, dan membuat ia terlihat semakin cantik dan glamor. Tetapi bagi pria, lebih pada rasa percaya diri, atau kegagahan.

Bahkan,. bagi sebahagian pria dan tradisi masyarakat, batu cincin konon bisa menjadi penolong atau pembantu dirinya, alias memiliki unsur mistik. Dalam hal ini batu cincin yang dimaksud dijadikan jimat, yang mempunyai kekuatan supranatural. Lantaran bisa menuju pada kemusyrikan, kepercayaan yang terakhir ini dilarang agama.

Tradisi Nabi
Memakai cincin merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW. Bahkan diceritakan, Nabi Sulaiman AS dan Nabi Dawud AS juga memakai cincin.

Sebagaimana diriwayatkan Imam At-Tirmidzi dalam kitabnya, Asy-Syamail, cincin Rasulullah SAW kemudian dipakai Abubakar Ash-Shiddiq RA, lalu dipakai Umar RA, kemudian Utsman bin Affan RA, sampai kemudian terjatuh di Sumur Aris.

AI-Bukhari meriwayatkan bahawa Anas RA berkata, “Cincin Rasul SAW di tanganku, lalu setelahku dipakai oleh Abubakar, dan setelah dari tangan Abubakar dipakai Umar, lalu pada tangan Utsman, dan kemudian terjatuh di Sumur Aris. Tiga hari kami mencarinya, namun kami tak menemukannya.”

Para sahabat Nabi SAW, seperti Abdullah bin Umar RA dan Abdullah bin Az-Zubair RA, meniru sunnah ini sebagai bentuk kecintaan kepada Baginda Rasulullah SAW. Abdullah bin Mas’ud RA, sebagaimana diriwayatkan, Imam Ibnu Abdil Barr, dalam kitab At-Tamhid, memakai cincin besi. Sedangkan Imam Syuraih dan Imam Abu Hanifah memakai cincin perak. Namun, kalaupun banyak salaf yang tidak memakai cincin, tidak berarti mereka mengharamkannya.

Dalam beberapa riwayat hadits disebutkan, Rasulullah SAW pada awalnya mengenakan cincin yang terbuat dari emas sebelum adanya syari’at pelarangan mengenakan emas bagi kaum laki-laki.

Di antara beberapa riwayat itu adalah apa yang disebutkan Imam Malik dalam kitabnya AI-Muwaththa`. Dari Abdullah bin Umar RA, Rasulullah SAW pernah mengenakan cincin dari emas kemudian dibuang olehnya seraya berkata, “Aku tidak akan mengenakannya (cincin emas) selama-lamanya.” Maka para sahabat yang menyaksikannya pada saat itu pun membuang cincin-cincin emas mereka.

Di dalam hadits yang diriwayatkan Anas bin Malik RA disebutkan, cincin Rasulullah SAW terbuat dari perak, dan batu cincinnya adalah batu Habasyi (HR Muslim). Adapun bentuk cincin Rasulullah SAW? Sebagaimana disebutkan Ibnu Al-Qayyim dalam kitab tarikhnya yang berjudul Zad al-Ma’ad, sekembalinya dari Hudaibiyah beliau menulis surat kepada para penguasa di Timur dan Barat yang dibawa oleh para kurirnya.

Tatkala beliau hendak menulis surat kepada raja Romawi, dikatakan kepada beliau, “Sesungguhnya mereka (orang-orang Romawi) tidak akan membaca suatu surat kecuali apabila dibubuhi tanda (stempel).” Maka atas usulan itu, Rasulullah SAW menjadikan cincinnya, yang terbuat dari perak yang di atasnya terdapat ukiran terdiri dari tiga baris, Muhammad pada satu baris, Rasul pada satu baris, dan Allah pada satu baris, sebagai stempelnya. Beliau pun menstempel surat-surat yang dikirimkan kepada para raja dengannya serta mengutus enam orang pada satu hari di bulan Ramadhan tahun 7 H.

Di mana Nabi Mengenakan Cincinnya?

Bagaimanakah Rasulullah SAW menyematkan cincin di jarinya? Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Muhammad bin Ishaq dikatakan, “Aku menyaksikan Ash-Shalt bin Abdullah bin Naufal bin Abdul Muththallib mengenakan cincin di jari kelingking kanan. Maka aku berkata, ‘Apa ini?
la menjawab, ‘Aku pernah melihat Ibnu Abbas mengenakan cincinnya seperti ini dan menjadikan batu cincinnya di bahagian luarnya.’la kembali mengatakan, `Tidaklah Ibnu Abbas menyakini hal itu kecuali ia menyebutkan bahawa Rasulullah SAW mengenakan cincinnya seperti itu’.” (HR Abu Dawud).

Selain riwayat tentang peletakan cin¬cin di jari kanan di atas itu, juga ada riwayat lain yang menyatakan bahawa Nabi SAW juga mengenakan cincinnya di jari tangan kiri. Imam Muslim, di dalam Shahihnya Dari hadits Tsabit dari Anas bin Malik.RA, berkata, “Cincin Nabi SAW dikenakan di sini (la mengisyaratkan kepada jari kelingking kirinya).” Dan An-Nasa i juga mengeluarkan hadits seperti ini.

Adh-Dhaya’i juga mengeluarkan hadits Qatadah dari Anas, “Aku melihat putihnya cincin Nabi SAW di jari kirinya.” Dan orang-orang di dalam sanad hadits ini bisa dijadikan dasar argumentasi di dalam keshahihanya. At-Tirmidzi juga mengeluarkan hadits Abi Ja’far Muham¬mad dari bapaknya, “Hasan dan Husein mengenakan cincin di tangan kirinya.”

Dari beberapa riwayat hadits di atas tampaklah, ada riwayat yang menyatakan bahawa Rasulullah SAW mengenakan cincin pada jari kelingking kanannya, namun ada juga riwayat yang menyebutkan pada jari kelingking kirinya.

Para ulama berbeza pendapat di dalam menggabungkan hadits-hadits yang berbeza tersebut. Ada di antara mereka yang menyamakan kedua hal tersebut, ertinya cincin itu bisa dikenakan di jari kanan atau kiri. Tapi ada juga yang mengatakan bahawa pada awalnya Rasulullah SAW mengenakan cincin pada tangan kanan, namun kemudian baginda memindahkannya ke tangan kiri.
Adapun pendapat Imam Nawawi di dalam Syarh Shahih Muslim karyanya menyebutkan, ijma’ para fuqaha membolehkan pengenaan cincin pada tangan kanan, dan membolehkannya pada tangan kiri, serta keduanya pun tidaklah dimakruhkan.

Imam Malik menganjurkan untuk dikenakan di tangan kiri dan memakruhkan pengenaannya di tangan kanan. Sedangkan dalam Madzhab Syafi’i bahawa tangan kanan lebih utama. Kerana cincin merupakan hiasan, maka tangan kanan lebih mulia dan lebih berhak untuk perhiasan dan kemuliaan
.
Yang jelas, Rasulullah SAW melarang menggunakan cincin di jari tengah dan telunjuk, sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim, dalam hadits no. 2078.

Imam AI-Bukhari meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW mengenakan cincin yang terbuat Dari perak dan diukir di atasnya tulisan Muhammad Rasulullah. Dan beliau mengatakan, “Aku telah mengukir di atasnya (tulisan) Muhammad Rasulullah, maka janganlah salah seorang mengukimya (seperti ukiran Muhammad Rasulullah).”

Belasan hadits riwayat Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim menjelaskan bahwa Nabi SAW memakai cincin perak dan mengenakannya di jari kelingkingnya, demikian pula dengan para sahabat. Mereka juga menggunakan cincin jenis perak, sehingga hukumnya sunnah bagi pria.



1 ulasan:

KALAM ULAMA - HABIB ALI ALHABSYI

Part 1 1. Ibu saya membiasakan saya dari kecil untuk berdoa sebelum tidur , " ya Allah... ampunilah kesalahan orang-orang yang hari ini...