Sabtu, 15 November 2025

HIDAYAH PETUNJUK

إِنَّكَ لَا تَهۡدِی مَنۡ أَحۡبَبۡتَ وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ یَهۡدِی مَن یَشَاۤءُۚ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِینَ "Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) tidak berkuasa memberi hidayah petunjuk kepada sesiapa yang engkau kasihi (supaya ia menerima Islam), tetapi Allah jualah yang berkuasa memberi hidayah petunjuk kepada sesiapa yang dikehendakiNya (menurut undang-undang peraturanNya); dan Dia lah jua yang lebih mengetahui akan orang-orang yang (ada persediaan untuk) mendapat hidayah petunjuk (kepada memeluk Islam)" [Surah al-Qaṣaṣ 56] #Allah swt memberitahu Nabi Muhammad saw bahawa baginda tidak dapat memberi hidayah kepada manusia walaupun kepada orang-orang yang baginda sayang. Ini kerana yang boleh memberi hidayah adalah Allah swt sahaja. Kuasa beri hidayah kepada manusia bukan pada Nabi atau pada sesiapa sahaja, hanya ada pada Allah swt. Maka jika ada orang yang kita sayang dan kita ingin selamatkan dia pun, kita tidak boleh masukkan terus hidayah kepada mereka. Kita hanya boleh sampaikan apa sahaja berkaitan Islam dan iman, namun hidayah milik Allah swt. #Dalam ayat yang Allah swt berfirman: لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ "Bukanlah kewajipanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allahlah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendakiNya" [Surah al-Baqarah 272] #Dalam sirah Rasulullah saw yang mulia, ada satu kisah yang menggembirakan dan rasa takjub membacanya. Kisahnya tentang seorang pemuda atau budak Yahudi yang berkhidmat dan menolong Nabi saw di rumah baginda; ada ketika pemuda itu menyediakan wudhuk untuk baginda, dan ada ketikanya dia menyediakan selipar untuk dipakai baginda. Begitulah rutin pemuda Yahudi itu dalam berkhidmat kepada baginda hinggalah tiba suatu hari, pemuda itu tidak lagi datang ke rumah baginda. Apabila ditanya, rupanya pemuda itu jatuh sakit. Baginda pun pergi ke rumah pemuda Yahudi itu untuk menziarahinya. Apabila sampai di rumah pemuda itu, baginda masuk dan duduk di dekat kepalanya. Bapa kepada pemuda itu juga ada di situ. Sakit yang menimpa pemuda Yahudi itu sudah tidak boleh disembuhkan. Hanya sedikit masa yang tinggal sebelum kematian menjemputnya. Di saat-saat akhir tersebut, Nabi saw berdakwah kepadanya: “Ya ghulam, masuklah Islam. Ucapkanlah La Ilaha illallah,” kata Baginda saw. Budak Yahudi itu tidak menjawab, sebaliknya dia melihat kepada ayahnya, seolah-olah meminta pendapatnya. Maka ayah budak itu pun memberikan persetujuan: “Taatlah kepada Abu al-Qasim". Budak Yahudi itu pun mengucap kalimah syahadah dan memeluk Islam. Tidak lama selepas itu dia meninggal dunia. Nabi saw pun keluar dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang menyelamatkan dia daripada api neraka.” Baginda pun berkata kepada para sahabat: “Solatlah (jenazah) saudara kalian.” #Kisah ini diriwayatkan dengan sanad sahih dalam Sahih al-Bukhari, Musnad Imam Ahmad, Sunan Abu Dawud dan al-Mustadrak. #Tugas Nabi saw adalah untuk menjelaskan kebenaran agama Allah swt melalui teladan, akhlak dan dakwah. Baginda saw mahu menyelamatkan manusia daripada azab neraka. Dengan misi itulah baginda saw berjuang hingga akhir hayatnya. ♡Berdakwah dan ajaklah semua manusia kepada agama Allah swt disamping mendoakan hidayah untuk kita dan mereka♡ ☆Tadabbur Kalamullah 16 Jamadil Awwal 1447H☆ 🐊Ust Naim -*Telegram Channel*-http://bit.ly/tadabburkalamullah

Jumaat, 14 November 2025

‏قَالَ الإمام ابْنُ الْقَيِّمِ رَحِمَهُ اللهُ : وَكُلُّ مَعْصِيَةٍ عَيَّرْتَ بِهَا أخَاكَ فَهِيَ إلَيْكَ. مدَارِجُ السَّالِكينَ (١/١٧٧). Ibnu Qoyyim pernah mengatakan: "Setiap dosa yang engkau cela atau hina saudaramu karenanya, maka kelak dosa itu akan kembali kepadamu." Beliau mengingatkan bahwa merendahkan orang lain karena dosanya adalah bentuk kesombongan spiritual (ujub dan ghurur). Allah ﷻ sangat murka terhadap hamba yang merasa dirinya lebih suci dari orang lain. Sebab, dosa yang kita lihat pada orang lain bisa jadi hanya ujian sementara, sedangkan kesombongan yang tersembunyi di dalam hati kita mungkin jauh lebih berat di sisi Allah. Oleh karena itu, ketika seseorang mencela saudaranya yang terjatuh dalam maksiat dengan nada menghina, bukan karena ingin menasihati, maka Allah akan membiarkannya jatuh dalam dosa yang sama agar ia sadar bahwa tiada manusia yang selamat tanpa pertolongan Allah. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ: من عيّر أخاه بذنب لم يمت حتى يعمله “Barangsiapa mencela saudaranya karena suatu dosa, maka ia tidak akan mati sebelum ia sendiri melakukannya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2505) Inilah keadilan dan tarbiyah Allah: agar manusia belajar tawadhu‘, berhati-hati dalam menilai, dan sibuk memperbaiki diri, bukan mempermalukan sesama.
. . . ‏قال سُفيان الثوري رحمه الله : "وكان الناس إذا التقوا انتفع بعضهم ببعض، فأما اليوم فقد ذهب ذلك، والنجاة في تركهم فيما نرى". الجرح والتعديل ( 87/1 ). Berkata Imam Sufyan: "Dahulu, ketika manusia saling bertemu, mereka saling memberi manfaat satu sama lain. Namun hari ini (zaman beliau), hal itu telah hilang. Maka keselamatan menurut pandangan kami, adalah dengan menjauh dari mereka." (Al-Jarh Wa Ta'dil 1/87) Perkataan agung ini menggambarkan kesedihan seorang ulama besar terhadap perubahan zaman dan hati manusia. Dulu, pertemuan antara orang-orang beriman menjadi sarana tazkiyah (penyucian jiwa), mereka saling menasihati, saling menambah iman, saling menguatkan dalam kebaikan dan ilmu. Namun seiring berjalannya waktu, beliau merasakan bahwa pertemuan manusia justru banyak membawa mudarat: penuh dengan ghibah, riya’, kesombongan ilmu, atau perdebatan tanpa manfaat. Maka beliau menegaskan, “النجاة في تركهم, keselamatan adalah dengan menjauhi mereka,” bukan berarti membenci manusia, tetapi memilih pergaulan dengan hati-hati, agar waktu dan iman tidak habis oleh pertemanan yang tidak membawa kepada Allah. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ: الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ “Seseorang itu akan mengikuti agama temannya. Maka hendaklah kalian melihat dengan siapa kalian berteman.” (HR. Abu Dawud) Perkataan ini menegaskan bahwa berteman dengan orang shalih adalah ladang manfaat, sementara bergaul dengan orang yang lalai dapat mencuri ketenangan batin kita sedikit demi sedikit. #bestfriend #friends
. . . ‏قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : "إِنَّ لِهَذِهِ الْقُلُوبِ إِقْبَالًا وَإِدْبَارًا؛ فَإِذَا أَقْبَلَتْ فَخُذُوهَا بِالنَّوَافِلِ، وَإِنْ أَدْبَرَتْ فَأَلْزِمُوهَا الْفَرَائِضَ . " مدارج السالكين (3/ 122) Sayyiduna Umar Bin Khottob berkata: "Sesungguhnya hati manusia itu memiliki masa-masa datang dan pergi (semangat dan lemah). Maka ketika hatimu sedang datang (bersemangat dan terbuka), manfaatkanlah dengan memperbanyak amalan-amalan sunnah. Namun ketika hatimu sedang pergi (lemah dan lesu), maka cukupkanlah dengan menjaga amalan-amalan wajib." Ucapan ini menunjukkan kearifan Sayyidina Umar ra. dalam memahami dinamika jiwa manusia.bHati manusia tidak selalu berada dalam satu keadaan; kadang ia bercahaya dan tenang, kadang redup dan berat. Dalam kondisi semangat, seseorang sebaiknya memperluas amalnya, shalat malam, tilawah, zikir, sedekah agar semangat itu menjadi energi ruhani. Namun ketika hati terasa berat, jangan memaksa diri secara berlebihan hingga menimbulkan kejenuhan, tetapi jagalah amalan-amalan wajib agar tidak terputus. Ini adalah pelajaran keseimbangan spiritual: bahwa istiqamah tidak selalu berarti banyaknya amal, melainkan kemampuan menjaga koneksi dengan Allah dalam segala keadaan. Rasulullah ﷺ juga bersabda: سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَاعْلَمُوا أَنَّهُ لَنْ يُنْجِيَ أَحَدًا عَمَلُهُ “Berbuatlah dengan benar dan mendekatlah (kepada kebenaran), dan ketahuilah bahwa amal seseorang tidak akan menyelamatkannya.” (HR. al-Bukhārī dan Muslim) #myheart❤️ #BersihkanHati
. . . قال أبو حاتم: «الواجب علىٰ العاقل إذا فرغ من إصلاح سريرته أنْ يُثَنِّيَ بطلب العلم والمداومة عليه؛ إذْ لا وصول للمرء إلىٰ صفاء شيءٍ من أسباب الدنيا إلَّا بصفاء العلم فيه، وحكم العاقل أنْ لا يقصر في سلوك حالةٍ توجب له بسط الملائكة أجنحتها رضا بصنيعه ذلك». روضة العقلاء ونزهة الفضلاء، للبستي (ص:33). "Sudah sepantasnya bagi orang yang berakal, setelah ia selesai memperbaiki batinnya (hatinya), untuk segera melanjutkan dengan menuntut ilmu dan terus-menerus menekuninya. Sebab, tidak ada jalan bagi seseorang untuk mencapai kejernihan dalam urusan apa pun di dunia ini kecuali dengan kejernihan ilmu tentang hal itu. Dan tanda orang yang benar-benar berakal ialah tidak pernah berhenti menempuh jalan yang membuat para malaikat membentangkan sayap-sayap mereka sebagai tanda ridha atas amal perbuatannya." (Roudotul Uqola') Ungkapan ini mengajarkan bahwa pembersihan hati dan pencarian ilmu adalah dua sayap yang harus selalu bergerak bersamaan. Jiwa yang jernih tanpa ilmu akan mudah tersesat, dan ilmu tanpa kejernihan hati akan menjadi beban, bukan cahaya. Maka, manusia yang cerdas bukan sekadar yang banyak tahu, tetapi yang terus menempuh jalan ilmu dengan hati yang bersih hingga membuat para malaikat pun ridha kepadanya. #QuotesIslam #ahad

Selasa, 21 Oktober 2025

ADAB DAN AKHLAK NABI SAW TERHADAP PAKAIAN & PERHIASAN

 

 
Foto Hiasan

 ANTARA YANG DISENTUH DALAM LIVE STREAMING SEMALAM 

 ( Selasa 22/7/25)

  Qatadah meriwayatkan : “Aku bertanya kepada Anas bin Malik :         “Bagaimanakah bentuk sandal Rasulullah saw?” Anas bin Malik menjawab :   “Sepasang sandalnya menggunakan dua buah qibal (dua tempat untuk disepit   dengan anak-anak jari).” (Bukhari, Turmizi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad)

 Aisyah r.ha meriwayatkan : “Sedapat mungkin Rasulullah SAW mendahulukan anggota badan yang kanan ketika menyikat rambut, memakai sandal dan ketika bersuci.” (Bukhari, Muslim, Turmizi, Abu Dawud, An-Nasa’i, Ahmad)

Ibnu Umar meriwayatkan : “Rasulullah SAW membuat cincin daripada perak. Ketika baginda memakainya, baginda selalu menghadapkan mata cincin itu ke telapak tangannya. Cincin itu bertuliskan “Muhammad Rasulullah”. Baginda tidak membenarkan seorang pun menambah tulisan pada cincin itu. Cincin itulah yang jatuh ke sumur Aris.” (Bukhari, Muslim, Turmizi, Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah)

Said bin Yazid r.a meriwayatkan : “Pada Perang Uhud, Rasulullah SAW memakai dua rangkap baju besi.” (Turmizi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad)

Jabir r.a meriwayatkan : “Pada peristiwa Fathul Makkah, Rasulullah SAW masuk ke kota Makkah dengan mengenakan serban hitam di kepala baginda.” (Muslim, Turmizi, Abu Dawud, An-Nasa’i, Ad-Darimi, Ahmad)

Amr bin Harits r.a menceritakan : “Aku melihat Rasulullah saw memakai serban hitam di kepalanya.” (Turmizi, Ibnu Majah)

Amr bin Harits r.a berkata : “Sungguh, Rasulullah SAW pernah berkhutbah di hadapan orang ramai dengan memakai serban hitam di kepalanya.” (Muslim, Turmizi, Abu Dawud, An-Nasa’I, Ibnu Majah, Ahmad)

Ibnu Abbas r.a mengatakan : “Sungguh, Rasulullah SAW pernah berkhutbah di hadapan orang ramai dengan memakai serban hitam di kepalanya.” (Turmizi, Ahmad)

Huzaifah al-Yaman meriwayatkan : “Sabda Rasulullah SAW : “Inilah batas engkau memakai kain sarungmu. Jika engkau enggan, janganlah sampai sarung itu menutup kedua-dua mata kakimu.” (Turmizi, Ibnu Majah, An-Nasa’i, Ahmad)

HAK IBU BAPA DAN ANAK-ANAK


ANTARA YANG DISENTUH DALAM LIVE STREAMING siri ke-6 (Rabu 23/7/25) :

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Buatlah kebajikan kepada ibumu, bapamu, saudara perempuanmu dan saudara lelakimu. Kemudian kepada yang lebih dekat kepadamu, lalu kemudian kepada yang lebih dekat kepadamu.” (An-Nasa’i, Ahmad, Al-Hakim)

Malik bin Rabi’ah berkata : Ketika kami berada di samping Rasulullah SAW. tiba-tiba datang seorang lelaki dari kabilah Bani Salmah. Lelaki itu bertanya : “Ya Rasulullah! Adakah tinggal menjadi tanggunganku sesuatu daripada berbuat baik kepada ibu bapaku yang akan aku lakukan untuk kedua-duanya setelah mereka meninggal dunia?”

Nabi SAW menjawab : “Ada, iaitu berdoa (mendoakan mereka), beristighfar (memohonkan) untuk kedua-duanya, melunaskan janji kedua-duanya, memuliakan sahabat kedua-duanya, dan menyambung silaturrahim yang tiada disambungkan kecuali dengan kedua-duanya.” (Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain)

Nabi SAW bersabda : “Setiap orang anak itu sama ada lelaki atau perempuan adalah tergadai dengan aqiqahnya, yang disembelihkan pada hari ketujuh (daripada lahirnya) dan dicukurkan rambutnya.” (Turmizi dan lain-lain, katanya sahih)

Seorang lelaki datang kepada Abdullah bin Al-Mubarak lalu dia mengadukan kepadanya tentang keadaan sebahagian anak-anaknya. Abdullah bin Mubarak bertanya : “Adakah engkau mendoakan yang buruk terhadap anak itu?” “Ada,”  jawab orang itu.

Maka Abdullah bin Mubarak menyambung : “Engkau telah merosakkan anak itu.”

Al-Aqra’ bin Habis melihat Nabi saw memeluk anaknya Hasan (kebiasaan orang Arab menyebut keturunannya sebagai anaknya, kerana Hasan ialah cucu baginda). Lalu Al-Aqra’ berkata : “Sesungguhnya aku mempunyai 10 orang anak. Tidak seorang daripada mereka yang aku peluk.”

Maka Nabi saw bersabda : “Sesungguhnya sesiapa yang tidak menyayangi akan orang, nescaya dia tidak akan disayangi orang.” (Bukhari)

Abdullah bin Syaddad berkata : “Sewaktu Rasulullah SAW sedang solat berjemaah (sebagai imam) dengan orang ramai, tiba-tiba datanglah kepadanya Husin (cucunya). Lalu ia (Husin) mengenderai (naik) ke atas leher Rasulullah saw yang sedang bersujud. Nabi SAW melamakan sujud bersama-sama orang ramai itu sehingga mereka menyangka sesuatu telah terjadi.”

“Tatkala Nabi saw sudah menyelesaikan solatnya, orang ramai pun berkata : “Wahai Rasulullah! Engkau telah melamakan sujud hinggakan kami menyangka sesuatu telah terjadi.”

Nabi SAW menjawab : “Anakku (cucuku Husin) telah mengenderai aku. Maka aku tidak suka menyegerakannya sehinggalah dia berpuas hati menunaikan hajatnya.” (An-Nasa’i, Al-Hakim)

Abu Sa’id al-Khudri berkata : “Seorang lelaki berhijrah dari Yaman lalu pergi menemui Rasulullah saw dan ingin berjihad. Lalu Rasulullah saw bertanya : “Adakah ibu bapamu di Yaman?”

“Ada” jawab orang itu.

Maka Nabi saw bertanya pula : “Sudahkah kedua-duanya memberi izin kepada kamu?”

Orang itu menjawab : “Tidak.”

Lalu Nabi saw bersabda : “Kembalilah kepada ibu bapamu. Mintalah izin kedua-duanya. Jika kedua-duanya bersetuju, maka berjihadlah. Tetapi jika tidak, maka buatlah kebajikan kepada kedua-duanya mengikut kesanggupanmu. Sesungguhnya itulah yang sebaik-baiknya untuk kamu bertemu dengan Allah, sesudah tauhid.” (Ahmad, Ibnu Hibban)

Ada seorang lelaki datang kepada Nabi saw memohon pertimbangan untuk pergi ke medan perang. Lalu Rasulullah saw bertanya : “Adakah engkau mempunyai ibu?”

“Ada,” jawab orang itu.

Maka Nabi saw menyambung : “Hendaklah engkau bersama-sama ibumu itu, kerana jannah adalah pada kedua-dua belah kakinya.” (An-Nasa’i, Ibnu Majah, Al-Hakim).

Live streaming channel tele Ilmu2 Imam Al-Ghazali

HIDAYAH PETUNJUK

إِنَّكَ لَا تَهۡدِی مَنۡ أَحۡبَبۡتَ وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ یَهۡدِی مَن یَشَاۤءُۚ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِینَ "Sesungguhnya engkau (...