Rabu, 16 Oktober 2013

Kisah Sahabat Nabi: Ja’far bin Abu Thalib, Si Burung Surga

Kisah Sahabat Nabi: Ja’far bin Abu Thalib, Si Burung Surga

Ja'far bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim masuk Islam sejak awal dan sempat mengikuti hijrah ke Habasyah. Ia malah sempat menyebarkan Islam di daerah itu.

Dalam Perang Muktah, ia diamanahkan tugas sebagai pemegang bendera Islam. Setelah tangan kanannya terpotong dia memegang bendera dengan tangan kiri. Namun tangan kirinya juga terpotong, sehingga dia memegang bendera itu dengan dadanya. Akhirnya, ia mati syahid dengan tubuh penuh luka dan sayatan pedang.

Di kalangan Bani Abdi Manaf ada lima orang yang sangat mirip dengan Rasulullah SAW, sehingga seringkali orang tersalah menerka. Mereka itu adalah Abu Sufyan bin Harits bin Abdul Muthallib, sepupu sekaligus saudara sesusuan baginda. Qutsam Ibnul Abbas bin Abdul Muthallib, sepupu Nabi. Saib bin Ubaid bin Abdi Yazin bin Hasyim. Ja’far bin Abu Thalib, saudara Ali bin Abu Thalib. Dan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, cucu Rasulullah SAW. Dan Ja'far bin Abu Thalib adalah orang yang paling mirip dengan Nabi SAW di antara mereka berlima.

Ja’far dan isterinya, Asma’ bin Umais, bergabung dalam barisan kaum Muslimin sejak dari awal. Kedua-duanya menyatakan Islam di hadapan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebelum Rasulullah SAW masuk ke rumah Al-Arqam.

Pasangan suami isteri Bani Hasyim yang muda belia ini tidak luput pula dari penyiksaan kaum kafir Quraisy, sebagaimana yang dideritai kaum Muslimin yang awal masuk Islam. Namun mereka bersabar menerima segala cobaan yang menimpa.

Namun yang merisaukan mereka berdua adalah kaum Quraisy membatasi geraknya untuk menegakkan syiar Islam dan melarangnya untuk merasakan kelazatan ibadah. Maka Ja’far bin Abu Thalib beserta isterinya memohon izin kepada Rasulullah untuk hijrah ke Habasyah bersama-sama dengan para sahabat lainnya. Rasulullah SAW pun mengizinkan.

Ja'far pun menjadi pemimpin kaum Muslimin yang berangkat ke Habasyah. Mereka merasa lega, bahwa Raja Habasyah (Najasyi) adalah orang yang adil dan saleh. Di Habasyah, kaum Muslimin dapat menikmati kemanisan agama yang mereka anuti, bebas dari rasa cemas dan ketakutan yang mengganggu dan yang menyebabkan mereka hijrah.

Ja’far bin Abu Thalib beserta isteri tinggal dengan aman dan tenang dalam perlindungan Najasyi yang ramah tamah itu selama sepuluh tahun.

Pada tahun ke-7 Hijriyah, kedua suami isetri itu meninggalkan Habasyah dan hijrah ke Yatsrib (Madinah). Kebetulan Rasulullah SAW baru saja pulang dari Khaibar. Beliau sangat gembira bertemu dengan Ja’far sehingga kerana kegembiraannya beliau berkata, "Aku tidak tahu mana yang menyebabkan aku gembira, apakah kerana kemenangan di Khaibar atau kerana kedatangan Ja’far?"

Begitu pula kaum Muslimin umumnya, terlebih fakir miskin, mereka juga bergembira dengan kedatangan Ja’far. Ia adalah sosok yang sangat penyantun dan banyak membela golongan dhuafa, sehingga digelari Abil Masakin (bapak orang-orang miskin).

Abu Hurairah bercerita tentang Ja’far, "Orang yang paling baik kepada kami (golongan orang-orang miskin) ialah Ja’far bin Abu Thalib. Dia sering mengajak kami makan di rumahnya, lalu kami makan apa yang ada. Bila makanannya sudah habis, diberikannya kepada kami periuknya, lalu kami habiskan sampai dengan kerak-keraknya."

Belum begitu lama Ja’far tinggal di Madinah, pada awal tahun ke-8 Hijriyah, Rasululalh SAW menyiapkan pasukan tentera untuk memerangi tentara Romawi di Muktah. Beliau mengangkat Zaid bin Haritsah menjadi komandan pasukan.

Rasulullah berpesan, "Jika Zaid tewas atau cedera, komandan digantikan Ja’far bin Abi Thalib. Seandainya Ja’far tewas atau cedera pula, dia digantikan Abdullah bin Rawahah. Dan apabila Abdullah bin Rawahah cedera atau gugur pula, hendaklah kaum muslmin memilih pemimpin /komandan di antara mereka."

Setelah pasukan sampai di Muktah, iaitu sebuah kota dekat Syam dalam wilayah Yordania, mereka mendapati tentara Romawi telah siap menyambut dengan kekuatan 100.000 orang dari pasukan utama yang terlatih, berpengalaman, dan membawa persenjataan lengkap. Pasukan mereka juga terdiri dari 100.000 orang tentera Nasrani Arab dari kabilah-kabilah Lakham, Judzam, Qudha’ah, dan lain-lain. Sementara, tentera kaum Muslimin yang dipimpin Zaid bin Haritsah hanya berkekuatan 3.000 orang tentara.

Begitu kedua pasukan yang tidak seimbang itu berhadap-hadapanan, pertempuran segera tercetus dengan hebatnya. Zaid bin Haritsah gugur sebagai syahid ketika dia dan tenteranya sedang maju menyerbu ke tengah-tengah musuh.

Melihat Zaid jatuh, Ja’far segera melompat dari belakang kudanya, kemudian secepat kilat disambarnya bendera komando Rasulullah dari tangan Zaid, lalu diacungkan tinggi-tinggi sebagai tanda pimpinan kini beralih kepadanya. Dia maju ke tengah-tengah barisan musuh sambil mengibaskan pedang kiri dan kanan melibas setiap musuh yang menghampirinya. Akhirnya musuh dapat mengepung dan mengeroyoknya.

Ja’far berputar-putar mengayunkan pedang di tengah-tengah musuh yang mengepungnya. Dia mengamuk menyerang musuh ke kanan dan kiri dengan hebat. Suatu ketika tangan kanannya terkena sabetan musuh sehingga kudung. Maka dipegangnya bendera komando dengan tangan kirinya.

Tangan kirinya putus pula terkena sabetan pedang musuh. Dia tidak gentar dan putus asa. Dipeluknya bendera komando ke dadanya dengan kedua lengan yang masih utuh. Namun tidak berapa lama kemudian, kedua lengannya tinggal sepertiga saja dilibas pedang musuh. Ja'far pun syahid menyusul Zaid.

Secepat kilat Abdullah bin Rawahah merebut bendera komando dari komando Ja’far bin Abu Thalib. Pimpinan kini berada di tangan Abdullah bin Rawahah, sehingga akhirnya dia gugur pula sebagai syahid, menyusul kedua sahabatnya yang telah syahid lebih dahulu.

Rasulullah SAW sangat sedih mendapat berita ketiga-tiga panglimanya gugur di medan tempur. Baginda pergi ke rumah Ja’far, didapatinya Asma’, isetri Ja’far, sedang bersiap-siap menunggu kedatangan suaminya. Dia mengaduk adonan roti, merawat anak-anak, memandikan dan memakaikan baju mereka yang bersih.

Asma’ bercerita, "Ketika Rasulullah mengunjungi kami, terlihat wajah beliau diselubungi kabut sedih. Hatiku cemas, tetapi aku tidak berani menanyakan apa yang terjadi, kerana aku takut mendengar berita buruk. Baginda memberi salam dan menanyakan anak-anak kami. Baginda menanyakan mana anak-anak Ja’far, suruh mereka ke sini.”

Asma' kemudian memanggil mereka semua dan disuruhnya menemui Rasulullah SAW. Anak-anak Ja'far berlompatan kegirangan mengetahui kedatangan baginda. Mereka berebutan untuk bersalaman kepada Rasulullah. Baginda menundukkan mukanya kepada anak-anak sambil menciumi mereka penuh keharuan. Air mata baginda mengalir membasahi pipi mereka.

Asma' bertanya, "Ya Rasulullah, demi Allah, mengapa Rasulullah menangis? Apa yang terjadi dengan Ja’far dan kedua-dua sahabatnya?"

Beliau menjawab, "Ya, mereka telah syahid hari ini."

Mendengar jawaban beliau, maka reduplah senyum kegirangan di wajah anak-anak, apalagi setelah mendengar ibu mereka menangis tersedu-sedu. Mereka diam terpaku di tempat masing-masing.
Rasulullah berdoa sambil menyeka air matanya, "Ya Allah, gantilah Ja’far bagi anak-anaknya... Ya Allah, gantilah Ja’far bagi isterinya."

Kemudian baginda bersabda, "Aku melihat, sungguh Ja’far berada di syurga. Dia mempunyai dua sayap berlumuran darah dan bertanda di kakinya."

Subhanallah Subhanallah Subhanallah

Sumber : Shuwar min Hayaatis Shahabah/Ahlul Hadist

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

SIFAT KEMURAHAN ALLAH

D i antara nama dan sifat Allah SWT adalah “Rahman”, “Rahim”, "Hannan", "Mannan", "Kareem" yang menunjukkan pa...