Selasa, 15 April 2025

Hadis Hari Ini

Dari Abu Ruhm as-Su’mi -radhiyallahu ‘anhu- ia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

“Sesungguhnya di antara syafaat terbaik adalah mendamaikan dua orang dalam pernikahan sampai keduanya bersatu.” (HR. Thabrani)

Penjelasan

Islam tidak menyukai berlebih-lebihan dalam menetapkan mahar (mas kawin), karena Sayyidah ‘Aisyah -radhiyallahu ‘anha- meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

“Wanita yang paling banyak membawa berkah adalah yang paling ringan bebannya (mahar dan biaya nikahnya).”

Artinya, semakin mahal maharnya, justru bisa menjadi pertanda kurangnya keberkahan, karena bisa membuat pernikahan terasa berat dan kurang kasih sayang. Bahkan ‘Urwah bin Zubair berkata: “Tanda awal kesialan wanita adalah mahalnya mahar.”

Nasihat

Salah satu penyebab banyaknya pemuda dan pemudi tidak menikah adalah karena adanya tradisi dan kebiasaan yang membebani, seperti mahalnya biaya dan tuntutan pesta. Padahal banyak dari kebiasaan ini bukan berasal dari ajaran agama, melainkan dari kebanggaan dan gaya hidup semata. Tradisi semacam ini telah mengakar dan menguasai banyak masyarakat, hingga menjadi penghalang untuk membentuk keluarga yang menjaga kehormatan dan menjauh dari perbuatan maksiat.

Teladan

Perabot rumah tangga Sayyidah Fathimah az-Zahra -‘alaihas salam- saat malam pernikahannya sangatlah sederhana: hanya tikar, tempat air dari kulit, dan bantal yang diisi serat pohon kurma. Bahkan kain yang dipakai oleh Fathimah dan Sayyidina ‘Ali -radhiyallahu ‘anhu- sangat kecil, jika ditarik ke atas akan terbuka bagian bawahnya, dan jika ditarik ke bawah, akan terbuka bagian atasnya. Semua ini menunjukkan sikap zuhud mereka terhadap dunia, dan menjadi pelajaran bahwa kenikmatan sejati telah Allah siapkan di surga kelak.

Telegram:Catatan Al-Hikam

Selasa, 8 April 2025

hal yang menghalangi seseorang dari akhlak mulia

Setiap hal yang menghalangi seseorang dari akhlak mulia; seperti sifat sabar, pemaaf, murah hati, lapang dada, dan berbagai bentuk kesempurnaan lainnya; adalah bagian dari langkah-langkah setan yang wajib dijauhi.

Sesungguhnya, setan tidak pernah memerintahkan kecuali kepada kekejian dan kemungkaran, seperti amarah, pembalasan diri, fanatisme buta, dendam, kikir, dan sifat-sifat tercela lainnya.

Tidak ada jalan untuk mengobati penyakit-penyakit hati tersebut kecuali dengan kembali kepada Allah, merasa sangat membutuhkan-Nya, dan bergantung pada limpahan karunia serta kasih sayang-Nya.

Sebagaimana firman Allah:

“Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya atas kalian, niscaya tidak akan ada seorang pun dari kalian yang dapat bersih (dari dosa) selama-lamanya.”(QS. An-Nur: 21)

Maka barang siapa yang benar-benar bergantung kepada Allah, seperti orang kehausan yang sangat membutuhkan air, niscaya Allah akan menyucikan dan memurnikannya. Entah itu tanpa perantara, atau dengan mempertemukannya dengan seorang guru sejati yang membimbing dan menyucikan dirinya atas izin Allah. Al-Bahr al-Madid karya Syekh Ahmad ibn ‘Ajibah (4/227)

 HADIS HARI INI

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda:

“Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil. Pernikahan yang dilakukan tanpa itu, maka batal.”

(HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya)

Penjelasan Fikih: 

Syarat Sahnya Pernikahan

Untuk sahnya akad nikah, harus terpenuhi dua syarat utama:

1. Adanya wali dari pihak wanita,

2. Adanya dua orang saksi yang adil.

Tanpa keduanya, maka akad nikah tidak sah.


Urutan Wali Nikah yang Paling Berhak:

1. Ayah,

2. Kakek (dari jalur ayah),

3. Saudara laki-laki sekandung,

4. Saudara laki-laki seayah,

5. Anak laki-laki dari saudara kandung,

6. Anak laki-laki dari saudara seayah,

7. Paman kandung (saudara ayah sekandung),

8. Paman seayah,

9. Anak dari paman kandung,

Dan seterusnya sesuai urutan kekerabatan.


Jika wali memiliki halangan syar’i seperti:

1. Kafir,

2. Fasik (pelaku dosa besar yang tidak bertaubat),

3. Masih di bawah umur,

4. Gangguan jiwa/gila,

maka hak kewaliannya berpindah kepada wali berikutnya dalam urutan tersebut.


Jika seorang wanita ditinggal wafat ayahnya dan memiliki beberapa saudara laki-laki, maka:

- Ia bisa menunjuk (mewakilkan) salah satu dari mereka untuk menikahkannya,

- Atau mereka semua bisa bersepakat menunjuk salah satu di antara mereka sebagai wali nikahnya.


Jika wali sedang dalam keadaan ihram, maka:

- Tidak sah baginya menikahkan kerabatnya,

- Tidak sah pula ia mewakilkan orang lain,

Maka yang berhak menikahkan adalah hakim (qadhi) atau wakilnya.


Jika calon suami atau istri sedang dalam ihram:

- Tidak sah menikah,

- Tidak sah juga mewakilkan orang lain untuk mewakili akadnya,

- Harus terlebih dahulu menyelesaikan ihram (bertahallul), baru kemudian boleh melakukan akad nikah.

PERMASALAHAN BERDOA ...

 PERMASALAHAN BERDOA DENGAN MENGIRIM STIKER DI GRUP 

Pertanyaan : Apakah doa yg dikirim melalui stiker itu dianggap doa dan bermanfaat kepada mayyit ??? 

Jawaban : Do'a yang dikirim untuk orang yang sudah meninggal adalah bisa sampai dan bermanfaat untuk mayyit

Doa-doa tersebut harus dilafadzkan (diucapkan) secara lengkap terlebih dahulu, sebelum dishare.

Tetapi jika doa-doa tersebut hanya berbentuk stiker atau teks bacaan al-Fatihah dan do'a lainnya tanpa diucapkan terlebih dahulu sebelum dishare, (maka) tidak dikatakan doa dan tidak ada manfaatnya bagi mayyit.

(Referensi) silahkan dilihat beberapa keterangan sebagai berikut: 

1. Kitab  al-Adzkar li-Syaikhil Islam al-Imam al-Nawawi, hal. 16:

اعلم أن الأذكار المشروعة في الصلاة وغيرها واجبةً كانت أو مستحبةً لا يُحسبُ شيءٌ منها ولا يُعتدّ به حتى يتلفَّظَ به بحيثُ يُسمع نفسه إذا كان صحيح السمع لا عارض له

"Ketahuilah bahwa dzikir yang disyariatkan dalam salat dan ibadah lainnya, baik yang wajib ataupun sunnah tidak dihitung dan tidak dianggap kecuali diucapkan, sekiranya ia dapat mendengar yang diucapkannya sendiri apabila pendengarannya sehat dan dalam keadaan normal (tidak sedang bising dan sebagainya)."

2.  Kitab Al Mausu'ah al-Fiqhiyah (21/249):

 "لا يعتدُّ بشيء مما رتَّب الشارع الأجر على الإتيان به من الأذكار الواجبة أو المستحبة في الصلاة وغيرها حتى يتلفظ به الذاكر ويُسمع نفسه إذا كان صحيح السمع؛ 

"Dzikir yang wajib atau sunah, di dalam shalat atau yang lain, tidak bisa mendapatkan pahala kecuali dilafadzkan  orang yang berdzikir tersebut dan (suaranya) terdengar,  jika pendengarannya normal."

Kisah Hikmah tentang Derajat Para Fakir

Suatu ketika Syaqiq Al-Balkhi bertanya kepada Ibrahim bin Adham, saat ia baru datang dari Khurasan:

"Bagaimana keadaan para fakir dari sahabatmu?"

Ibrahim menjawab: "Aku tinggalkan mereka dalam keadaan—jika diberi, mereka bersyukur; dan jika tidak diberi, mereka bersabar."

Ibrahim mengira bahwa itu adalah pujian tertinggi bagi mereka, karena mereka tidak meminta-minta.

Namun Syaqiq berkata: "Begitulah juga anjing-anjing di kota Balkh, mereka pun seperti itu."

Lalu Ibrahim bertanya:

"Kalau begitu, bagaimana keadaan fakir di sisimu, wahai Abu Ishaq?"

Syaqiq menjawab: "Fakir-fakir di sisi kami, jika tidak diberi mereka tetap bersyukur, dan jika diberi, mereka mengutamakan orang lain (mendahulukan orang lain atas diri mereka)."

Mendengar itu, Ibrahim bin Adham mencium kepala Syaqiq dan berkata:

"Engkau benar, wahai guru."

Pelajaran:

Derajat tertinggi orang fakir bukan hanya sabar dalam kekurangan, tapi juga bersyukur saat susah dan berjiwa dermawan saat lapang, bahkan mendahulukan orang lain dalam kebaikan.

(Dari Ihya' Ulum al-Din oleh Imam Al-Ghazali)

Hadis Hari Ini Dari Abu Ruhm as-Su’mi -radhiyallahu ‘anhu- ia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Sesungguhnya di...