Ahad, 4 Mei 2014

Tazkiyatun Nafs Menurut Islam


“Dia-lah (Allah SWT) yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menTAZKIYAH mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah mempunyai karunia yang besar. ” (QS. Al-Jum’ah 62: 2-4)

Ayat di atas menunjukkan bahawa tazkiyatun nafs, merupaka salah satu misi semua Nabi dan Rasul, khusus Rasulullah Muhammad SAW, di samping menyampaikan ajaran-ajaran Allah.

Islam mengakui bahawa pada dasarnya manusia lahir dalam keadaan suci, yakni suci dari segala kotoran dan dosa. Yang ada pada bayi yang lahir itu adalah fitrah, yakni potensi beriman, berislam dan berihsan kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya.

Oleh kerana pengaruh kedua orangtuanya, serta lingkungannya, seseorang menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi, yang menyimpang dari tauhid, menyimpang dari Islam, Iman dan Ihsan. Pengaruh keluarga dan lingkungan yang tidak kondusif untuk Iman, Islam dan Ihsan itu telah merosak fitrah seseorang, dan mengotori jiwa seseorang. Untuk itu, Rasulullah diutus untuk mengembalikan manusia pada fitrah, dan untuk mensucikan kembali jiwa manusia dari segala yang mengotori jiwanya.

Misi setiap Rasul Allah untuk mengembalikan manusia pada fitrahnya dan mensucikan jiwa dari segala yang mengotorinya itulah yang disebut Tazkiyatun Nafs.

Makna dan Tujuan Tazkiyatun Nafs.
Tazkiyatun Nafs berasal dari Bahasa Arab yang terdiri dari dua kata tazkiyah dan nafs. Secara kebahasaan (etimologis) tazkiyah bererti mensucikan, menguatkan dan mengembangkan. Sedangkang nafs adakah diri atau jiwa seseorang.

At-tazkiyah bermakna at-tath-hiir, iaitu penyucian atau pembersihan. Kerana itulah zakat, yang satu akar dengan kata at-tazkiyah disebut zakat kerana ia kita tunaikan untuk membersihkan / menyucikan harta dan jiwa kita.

An-nafs (bentuk jamaknya: anfus dan nufus) bererti jiwa atau nafsu. Dengan demikian tazkiyatun nafs bererti penyucian jiwa atau nafsu kita.

Namun at-tazkiyah tidak hanya memiliki makna penyucian. At-tazkiyah juga memiliki makna an-numuww, iaitu tumbuh. Maksudnya, tazkiyatun nafs itu juga bererti menumbuhkan jiwa kita agar dapat tumbuh sihat dengan memiliki sifat-sifat yang baik/terpuji. Dengan demikian istilah tazkiyatun nafsi memiliki makna mensucikan, menguatkan dan mengembangkan jiwa sesuai dengan potensi dasarnya (fitrah), yakni potensi Iman, Islam dan Ihsan kepada Allah.

Dari tinjauan bahasa di atas, dapat kita simpulkan bahawa tazkiyatun nafs itu pada dasarnya melakukan dua hal.

Pertama, menyucikan jiwa kita dari sifat-sifat (akhlak) yang buruk / tercela (disebut pula takhalliy – pakai kha’), seperti kufur, nifaq, riya’, hasad, ujub, sombong, pemarah, rakus, suka memperturutkan hawa nafsu, dan sebagainya.

Kedua, menghiasinya jiwa yang telah kita sucikan tersebut dengan sifat-sifat (akhlak) yang baik/terpuji (disebut pula tahalliy – pakai ha’), seperti ikhlas, jujur, zuhud, tawakkal, cinta dan kasih sayang, syukur, sabar, ridha, dan sebagainya.

Berdasarkan makna itu pula tazkiyatun nafs bertujuan untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya, yakni fitrah Tauhid, fitrah Iman, Islam dan Ihsan, disertai dengan upaya menguatkan dan mengembangkan potensi tersebut agar setiap orang selalu dekat kepada Allah, menjalankan segala ajaran dan kehendakNya, dan menegakkan tugas dan missinya sebagai hamba dan khalifah-Nya di muka bumi.

Dengan tazkiyatun nafs, seseorang dibawa kepada kualiti jiwa yang sesuai sebagai hamba Allah, sekaligus sebagai khalifah Allah. Ini bererti dengan tazkiyatun nafs, seseorang menjadi ahlul ibadah, yakni orang yang selalu taat beribadah kepada Allah dengan cara-cara yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya serta menjadi khalifah, yakni kecerdasan dalam misi memimpin, mengelola dan memakmurkan bumi dan seisinya sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Allah untuk kerahmatan bagi semua makhluk.

Mengapa Tazkiyatun Nafs itu Penting?
Setidak-tidaknya ada TIGA alasan mengapa tazkiyatun nafs itu penting.

Alasan pertama, kerana tazkiyatun nafs merupakan salah satu di antara tugas Rasulullah saw diutus kepada umatnya. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Jumu’ah: 2: “Dia-lah (Allah) yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Senada dengan itu, Allah SWT juga berfirman dalam QS Al-Baqarah: 151: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu), Kami telah mengutus kepadamu rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”

Dari kedua-dua ayat di atas, kita boleh mengetahui bahawa tugas Rasulullah SAW ada TIGA.

Pertama, Tilawatul aayaat: membacakan ayat-ayat Allah (Al-Qur’an).
Kedua, Tazkiyatun nafs: menyucikan jiwa.
Ketiga, Ta’limul kitaab wal hikmah: mengajarkan kitabullah dan hikmah.
Jelaslah bahwa salah satu diantara tiga tugas Rasulullah saw adalah tazkiyatun nafs “menyucikan jiwa”. Tazkiyatun nafs itu sendiri identik dengan penyempurnaan akhlaq, yang dalam hal ini Rasulullah saw bersabda tentang misi beliau diutus: “Innama bu’itstu li utammima makarimal akhlaq (Sesungguhnya aku ini diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia).”

Alasan kedua pentingnya tazkiyatun nafs adalah, kerana tazkiyatun nafs merupakan sebab keberuntungan (al-falah). Dan ini ditegaskan oleh Allah SWT setelah bersumpah 11 kali secara berturut-turut, yang tidaklah Allah bersumpah sebanyak ini secara berturut-turut kecuali hanya di satu tempat, iaitu dalam QS Asy-Syams: 1-10:
“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (potensi) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

Kemudian alasan ketiga pentingnya tazkiyatun nafs adalah, kerana perumpamaan tazkiyatun nafs adalah seperti membersihkan dan mengisi gelas. Jika gelas kita kotor, meskipun diisi dengan air yang jernih, airnya akan berubah menjadi kotor. Dan meskipun diisi dengan minuman yang lazat, tidak akan ada yang mahu minum kerana kotor. Tetapi jika gelasnya bersih, diisi dengan air yang jernih akan tetap jernih. Bahkan boleh diisi dengan minuman apa saja yang baik-baik: teh, sirap, jus, dan sebagainya.

Demikian pula dengan jiwa kita. Jika jiwa kita bersih, siap menampung kebaikan-kebaikan. Tetapi jika jiwa kita kotor, tidak siap menampung kebaikan-kebaikan sebagaimana gelas kotor yang tidak siap disi dengan minuman yang baik dan lazat.

Aplikasi Tazkiyatun Nafs menurut Al-Quran dan Sunnah
Dengan makna sebagaimana diuraikan di atas, tazkiyatun nafs tidak sekadar bermakna penyucian jiwa dan sembarang penyucian jiwa menurut kehendak setiap orang. Tetapi tazkiyatun nafs harus dilakukan sesuai dengan cara-cara yang telah dituntunkan oleh agama Allah sebagaimana disampaikan oleh Rasul-Nya, Muhammad SAW.

Mengapa demikian? Kerana tazkiyatun nafs adalah penyucian jiwa dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Yang Maha Suci dengan sifat Subbuh (Maha Suci dengan Segala Sifat Kesempurnaan-Nya) dan Quddus (Maha Suci dengan terhindarnya dari segala sifat kekurangan-Nya). Maka cara-cara melakukan tazkiyah pun harus memenuhi apa yang telah dituntunkan oleh Allah dan Rasulullah.

Tazkiyatun Nafs, meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Tazkiyatud Din (mensucikan agama), yakni mensucikan jiwa dengan menegakkan aqidah shahihah (aqidah yang benar), al-tauhid al-khalish (tauihid yang murni dan bersih), ibadah yang benar, muamalah yang memuliakan kemanusiaan, dan akhlak yang karimah. Aqidah Shahihah dan al-Tauhidul Khalish adalah keyakinan dan keimanan yang kokoh, bersih dan lurus kepada Allah terhindar dari segal takhayul dan khurafat.

Ibadah shahihah adalah ibadah yang sesuai betul dengan ketentuan Al-Quran dan al-Sunnah, bebas dari segala bid’ah dhalalah. Yakni ibadah yang dilakukan selalu merujuk dan menggali dalil-dalilnya dari Al-Quran dan Al-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush shalih, yakni pemahaman Rasul, shahabat dan tabiin, serta generasi berikutnya yang setia kepada Al-Quran dan Al-Sunnah.

Muamalah yang benar adalah menjalankan pergaulan, prilaku dalam berhubungan dengan sesama manusia, seperti dalam jual beli, pinjam meminjam, hutang piutang, saling tolong menolong semuanya dilakukan sesuai dengan rambu-rambu Al-Quran dan Al-Sunnah, yakni bebas dari saling mendhalimi, bebas dari riba, eksploitasi sesama manusia dan sebagainya.

Akhlak Karimah adalah prilaku dalam berhubungan kepada Allah, sesama manusia dan kepada alam sekitar dengan nilai-nilai yang memuliakan manusia menurut ajaran Al-Quran dan Sunnah, yang di dalamnya terkandung sikap sopan dan santun, sikap hormat dan menghargai orang lain, sikap kasih sayang, sikap malu, sikap menjaga diri, dan sebagainya yang diajarkan oleh Allah dan Rasulullah.

2. Tazkiyatul Mal (mensucikan harta), yakni mensucikan jiwa dengan membersihkan harta yang diperoleh, dengan memberikan sebahagian kepada orang yang memerlukan. Bahkan meyakini sebagaimana dituntunkan Allah dan Rasul-Nya, bahwa harta yang diperoleh dari usahanya adalah merupakan amanah dan pinjaman dari Allah, bukan miliknya secara hakiki. Kerana kejayaan usaha yang dilakukan atau pun kegagalan yang dialami adalah ketentuan dari Allah setelah menjalankan perintah-Nya untuk bekerja keras. Maka Allah pun mengatakan bahawa pada sebahagian harta yang diamanahkan kepada seseorang terdapat hak orang lain yang harus diberikan. (QS. Al-Maarij: 24-25).

 Penyaluran harta yang menjadi hak orang lain dalam Islam dapat melalui pembayaran zakat, infaq dan shadaqah, semuanya diberikan kepada orang yang berhak dan memerlukan serta untuk keperluan kepentingan umum, seperti pembangunan tempat ibadah, tempat pendidikan dan pembelaan anak yatim dan orang-orang miskin.

3. Tazkiyatul ‘Amal wal Akhlak. Penyucian amal perbuatan dan akhlak (perilaku dan budi pekerti) yakni dengan menjaga segala fikiran, perkataan dan perbuatan kita dengan acuan Al-Quran dan Al-Sunnah, dan menjaganya dari hal-hal yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Al-Quran dan Al-Sunnah.

Dengan demikian tazkiyatun Nafs adalah penyucian hati, penyucian jiwa agar seseorang menjadi dekat kepada Allah, berada dalam bimbingan dan tuntunan-Nya, yang dilaksanakan dengan merujuk kepada ajaran agama-Nya yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Sunnah. Tazkiyatun Nafs tidak boleh dilakukan dengan cara-cara sebarangan, dan mengabaikan petunjuk Ilahi. Tazkyatun Nafs tidak dapat dilakukan dengan keyakinan yang dipenuh khurafat, amal ibadah yang dipenuh kebid’ahan dan akhlak yang menyimpang dari akhlak karimah.

Ini kerana semua telah ditetap tata cara dan aturan-aturannya dalam risalah para Nabi dan Rasul Allah, maka tazkiyatun nafs adalah merupakan salah satu misi kenabian dan kerasulah setiap Nabi dan Rasul, termasuk dan terutama Rasulullah Muhammad SAW.

Pengaruh Tazkiyatun Nafs dalam Kehidupan

Apabila tazkiyatun nafs dilakukan dengan pemahaman, dan cara-cara implementasi yang telah disebut di atas, maka ia akan memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan manusia, antara lain dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam beragama, seseorang akan menjalankan agama dengan sepenuh hati, memandang segala perintah dan larangan yang datang dari Allah sebagai nikmat dan kurnia-Nya yang paling agung. Maka seseorang akan beragama Islam secara tulus dan hanya mengharap redha dan cinta-Nya, serta selalu mendalami dalil-dalil tuntunan Ilahi tersebut dalam menjalankan agama Allah.

2. Dalam berharta, seseorang siap untuk hidup sederhana, tidak boros, tidak bermewah-mewah, berjiwa sensitif/ kasihan belas terhadap penderitaan orang lain, sehingga dengan mudah dan rela hati bersedia memberikan sebahagian harta miliknya kepada orang-orang yang memerlukan kerana Allah semata.

3. Dalam Amal, sanggup memelihara amal perbuatannya agar bermanfaat bagi dirinya, dan orang lain. Bersedia menjalankan yang sesuai dengan tuntunan Allah dan meninggal segala yang dilarangnya. Memiliki sikap peduli kepada orang lain, dengan menyampaikan dakwah, tausiyah (nasihat) dan amar ma’ruf nahi munkar, agar sama-sama berada di jalan yang diredhai Allah.

4. Bersikap amanah, jujur dan dispilin dalam menjalan tugas-tugas kebajikan, baik dalam kontek hablun minallah (hubungan vertikal kepada Allah) maupun hablun minannas (hubungan horizontal kepada sesama manusia dan alam sekitar).

Demikian huraian singkat tentang tazkiyatun nafs berdasarkan pesan-pesan dari Al-Quran dan Sunnah. Wallahu a’lam.

http://cahayasirrullah.wordpress.com/2011/04/22/kultivasi-jiwa-tazkiyatun-nafs-menurut-islam/

3 ulasan:

12 Insan Yang Bertemu Rasulullah saw Dalam Mimpinya

1. Mimpi Tentang Imam Bukhari Rah.a.  Beliau adalah seorang imam terkemuka ahli hadits. Namanya adalah Muhammad bin Ismail Al Bukhari . Ge...