“Macam-macam puasa
yang disunnahkan adalah banyak macamnya. Pertama, puasa bulan Muharram, kedua
puasa bulan Rajab, ketiga, puasa bulan Sya’ban dan hari Asyura.”
Madzhab Maliki -Dalam
kitab Syarh al-Kharsyi ‘ala Mukhtashar Khalil (2/241), ketika menjelaskan puasa
yang disunnahkan, al-Kharsyi berkata:
“Muharram, Rajab dan Sya’ban. Yakni, disunnahkan berpuasa
pada bulan Muharram – bulan haram pertama -, dan Rajab – bulan haram yang
menyendiri.” Dalam catatan pinggirnya: “Maksud perkataan pengaram, bulan Rajab,
bahkan disunnahkan berpuasa pada semua bulan-bulan haram yang empat, yang
paling utama bulan Muharram, lalu Rajab, lalu Dzul Qa’dah, lalu Dzul Hijjah.”
Pernyataan serupa bisa dilihat pula dalam kitab al-Fawakih
al-Dawani (2/272), Kifayah al-Thalib al-Rabbani (2/407), Syarh al-Dardir ‘ala
Khalil (1/513) dan al-Taj wa al-Iklil (3/220).
Madzhab Syafi’I -Imam
al-Nawawi berkata dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (6/439),
“Teman-teman kami
(para ulama madzhab Syafi’i) berkata: “Di antara puasa yang disunnahkan adalah
puasa bulan-bulan haram, yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab,
dan yang paling utama adalah Muharram. Al-Ruyani berkata dalam al-Bahr: “Yang
paling utama adalah bulan Rajab”. Pendapat al-Ruyani ini keliru, karena hadits
Abu Hurairah yang akan kami sebutkan berikut ini insya Allah (“Puasa yang
paling utama setelah Ramadhan adalah puasa bulan Muharram.”)”.
Pernyataan serupa dapat dilihat pula dalam Asna al-Mathalib
(1/433), Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah (2/53),
Mughni al-Muhtaj (2/187), Nihayah al-Muhtaj (3/211) dan lain-lain.
Madzhab Hanbali -Ibnu
Qudamah al-Maqdisi berkata dalam kitab al-Mughni (3/53):
“Pasal. Dimakruhkan mengkhususkan bulan Rajab dengan ibadah
puasa. Ahmad bin Hanbal berkata: “Apabila seseorang berpuasa Rajab, maka
berbukalah dalam satu hari atau beberapa hari, sekiranya tidak berpuasa penuh
satu bulan.” Ahmad bin Hanbal juga berkata: “Orang yang berpuasa satu tahun
penuh, maka berpuasalah pula di bulan Rajab. Kalau tidak berpuasa penuh, maka
janganlah berpuasa Rajab terus menerus, ia berbuka di dalamnya dan jangan menyerupakannya
dengan bulan Ramadhan.”
Ibnu Muflih berkata dalam kitab al-Furu’ (3/118):
“Pasal. Dimakruhkan mengkhususkan bulan Rajab dengan
berpuasa. Hanbal mengutip: “Makruh, dan meriwayatkan dari Umar, Ibnu Umar dan
Abu Bakrah.” Ahmad berkata: “Memuku seseorang karena berpuasa Rajab”. Ibnu
Abbas berkata: “Sunnah berpuasa Rajab, kecuali satu hari atau beberapa hari
yang tidak berpuasa.” Kemakruhan puasa Rajab bisa hilang dengan berbuka (satu
hari atau beberapa hari), atau dengan berpuasa pada bulan yang lain dalam tahun
yang sama. Pengarang al-Muharrar berkata: “Meskipun bulan tersebut tidak
bergandengan.”
📝
Di kutib dari tulisan Ustadz Idrus Ram
Tiada ulasan:
Catat Ulasan