Ahad, 27 Mac 2011

Insan Mulia, Pandanglah Hamba


Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka.Dia menjual bunganya di pasar, dengan berjalan kaki.Cukup jauh pasar tersebut. Setelah habis jualannya, dia pergi ke masjid Agung di kota itu.

Dia berwudhu,lalu masuk ke masjid, dan melakukan solat Zuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, dia keluar dari masjid.

Sambil berjalan membungkuk-bungkuk di halaman masjid, dia mengumpulkan dedaunan yang bertaburan di halaman masjid. Sehelai demi sehelai dikais dan dikumpulkannya. Tidak sehelai pun yang tertinggal. Tentu saja masa yang agak lama diperlukan untuk membersihkan halaman masjid dengan cara itu.
Panas matahari Madura di pada waktu siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.

Banyak pengunjung masjid merasa hiba melihat kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang.

Seperti biasa, pada hari itu, dia datang dan terus masuk masjid. Selesai solat, ketika dia ingin melakukan pekerjaan rutinnya. Dia terkejut. Tidak ada sehelai pun daun terserak di situ. Dia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan tersedu-sedu.

Dia menananyakan mengapa daun-daun itu sudah dibersihkan sebelum kedatangannya.
Orang-orang di masjid menjelaskan bahawa mereka kasihan kepadanya.
"Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya."

Dipendekkan cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa.

Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa dia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu.

Perempuan tua itu sanggup menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahsianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup.

Sekarang ia sudah meninggal dunia, dan anda dapat mendengarkan rahsia itu.

"Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Rasulullah Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Rasulullah Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahawa saya membacakan selawat kepadanya."

Kisah ini saya dengar dari Kiai Madura, D. Zawawi Imran. Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan hati,kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Allah swt.

Lebih dari itu, dia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur: dia tidak dapat mengandaikan amalnya. Dia sangat bergantung pada rahmat Allah. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat semua alam selain Rasulullah saw?

Di kutip dari buku :
"Rindu Rosul - Meraih cinta ilahi melalui syafaat Nabi Saw"
hal 31-33
Penulis: Jalaluddin Rakhmat,
penerbit: Rosda Bandung, .
September 2001.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

SIFAT KEMURAHAN ALLAH

D i antara nama dan sifat Allah SWT adalah “Rahman”, “Rahim”, "Hannan", "Mannan", "Kareem" yang menunjukkan pa...